sesuai janji di posting sebelumnya, saya akan memposting tentang Teori mencuci piring, bukan tentang cara mencuci piring yang baik dan benar. Diambil dari suatu fanspage, dan harus kalian baca sampai habis cerita ini.
Mencari Keajaiban
"Saya suka cuci piring" kata gadis cilik itu.
"Mengapa?" tanyaku takjub.
"Karena saya suka melihat keajaiban setelah mencuci. Piring yang
tadinya kotor dan berminyak bisa menjadi bersih dan mengkilap.
Mengherankan.....," jawabnya dengan kedua bola mata yang berpendar
indah.
Keajaiban dalam cuci piring. Wah, ini sungguh tak
terpikirkan olehku. Keajaiban dalam hal-hal yang sangat sederhana. Gadis
cilik itu satu diantara lebih dari seratus anak yang berkumpul dan
menikmati camping rohani yang diadakan oleh sekolah minggu gerejaku. Dan
tiba-tiba aku melihat dan merasakan keajaiban pada kumpulan anak kecil
itu. Ternyata hidup adalah keajaiban. Dan keajaiban tidak semata suatu
peristiwa yang luar biasa, yang menakjubkan, yang menjadi buah bibir
bagi banyak orang. Keajaiban itu sangatlah sederhana dan dapat dinikmati
bahkan dalam peristiwa-peristiwa kecil sehari-hari. Ternyata, hidup
kita ini dikelilingi oleh banyak keajaiban. Tahukah anda?
Maka
kita yang saat ini sedang mengejar keajaiban, mengharapkan dan
merindukan keajaiban, tetapi merasa kecewa dan putus asa karena tak
pernah menemukannya, mungkin perlu belajar dari gadis cilik itu. Dengan
tangan mungilnya, dia dengan tekun mencuci piring makannya dan menemukan
keajaiban yang dicari banyak orang saat menikmati hasil kerjanya. Dari
piring yang kotor menjadi piring yang mengkilap.
"Saya suka mencuci piring, karena saya suka melihat keajaiban setelah mencuci....."
Keajaiban setelah mencuci. Keajaiban setelah bekerja keras membersihkan
sisa-sisa lemak dan menggosok piring makannya sendiri. Keajaiban
setelah berusaha.....
Mengapa kita seringkali hanya duduk diam
menunggu keajaiban itu datang dengan sendirinya? Tidakkah keajaiban itu
pun butuh proses kerja yang tidak ringan? Mengapa seringkali kita merasa
kecewa karena disepelekan atau dianggap tidak ada? Tidakkah kita
sendirilah yang perlu membuktikan keberadaan kita? Mengapa kita harus
tergantung pada orang lain? Mengapa kita harus menganggap diri kita
harus diperhatikan, harus dicintai, harus dipuji sebagai bukti
keberadaan kita? Bukankah kita sendirilah yang harus berupaya untuk
memperhatikan, mencintai dan memuji keberadaan orang lain sehingga
mereka bisa tahu bahwa kita ada? Keajaiban hanya akan muncul setelah
kita bekerja keras. Setelah gadis cilik itu membersihkan piringnya, dan
tidak perlu menanti orang lain yang datang membersihkan piringnya. Gadis
cilik itu melihat keajaiban setelah mencuci piringnya sendiri....
Keajaiban itu sesederhana hidup ini. Hidup yang harus dijalani, saat
demi saat, hari demi hari, dijalani dan dinikmati. Dengan mengeluh dan
merasa kecewa tanpa berbuat apa-apa, kita hanya akan mendapatkan semakin
banyak kekecewaan dan perasaan putus asa pun kian dalam. Dan keajaiban
yang kita harapkan semakin menjauh dari kita. Dengan matanya yang
berpendar indah, gadis cilik itu itu memandang piring makan yang kini
mengkilap bersih setelah dia mencucinya. Inilah keajaiban itu. Inilah
kegembiraan baginya. Dia tidak menunggu seseorang datang dan
membersihkannya. Lalu akan merasa kecewa dan sakit hati jika ternyata
tak ada yang mau membantunya untuk mencuci piringnya sendiri. Tidak. Dia
bekerja sendiri. Dia berusaha sendiri. Dan menikmati hasilnya sendiri.
Keajaiban ada setelah dia mencuci piringnya. Dan dia menikmatinya. Tuhan
memberkati.
selamat berinstropeksi :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar